Puisi.mohammad.firza diterbitkan oleh kompas.com
Kota
Hingga kelampun mencumbui merah senja
kota ini tetap saja enggan tersenyum
Semua mahluk menari-nari di atas iramanya sendiri-sendiri
Hanya harap setengah hampa mewarnai
Sekejap..
Lalu pergi…
(Surabaya, Oktober 2009)
Bunga Gerbang malam
Kau disia-sia
Kau dipuja-puja
Diantara gerbang malam
Disetiap lekukan tubuhmu yang bermawar
Binar matamu, nanar
Pada kekumbang yang lalu lalang
Beduk subuh bertabuh
Kau pulang melepas rengkuh
Berteriak menyalah takdir
Sadar akan rapuh memecah tabir
Kau terus berkeluh lusuh
Hingga luruh
(Surabaya, Oktober 2009)
Pemimpinku
Pemimpinku..
Sejenak liriklah rakyatmu ini
Jangan hanya berdendang dengan irama istanamu
Mari berjoget bersama lagu kami
Lagu-lagu kelaparan kami
Lagu-lagu kesakitan kami
Lagu-lagu kematian kami
Pemimpinku..
Setitik harap kami menghinggap
Agar kita saling mendekap
Saling bertatap
Agar kau bisa meratap
Tapi pemimpinku…
Apakah kau mau?
Kau putih
Kami hitam
Kau berwangi khas Ningrat
Kami berwangi khas keringat
Kau berbalut sutra dan Jas
Kami pejalan tanpa alas
(Jember 15 Oktober 2009)
Hikayat Sang Guru
Ini cerita tentang guru ompong
Mengonggong suara kosong
Tak mau disalah karena sombong
Semua menatap dengan bengong
Kami diperkerbau hidung dibolong
Menyuara tolong
Hilang di gorong-gorong
Dentur meretak suara gong
Merasuk membangkit semangat merong-rong
Melebur dalam satu gerbong
Bangkit menerjang suara kosong si guru ompong
(Jember, 14 Oktober 2009)
Kelam
Sulit sekali kau hilang
Selalu menari-nari
Di kelopak mata kanan dan kiri
Tertawa-tawa
Beria-ria
Dalam kepala
Berlari-lari
Bersembunyi
Dalam kantung hati
Mengapa tak jua kian kemput
Kau selalu merona dalam larut
Haruskah aku memberingsut siput
Agar kau berlutut
Lalu surut
(Jember, 15 Oktober 2009)
Kota
Hingga kelampun mencumbui merah senja
kota ini tetap saja enggan tersenyum
Semua mahluk menari-nari di atas iramanya sendiri-sendiri
Hanya harap setengah hampa mewarnai
Sekejap..
Lalu pergi…
(Surabaya, Oktober 2009)
Bunga Gerbang malam
Kau disia-sia
Kau dipuja-puja
Diantara gerbang malam
Disetiap lekukan tubuhmu yang bermawar
Binar matamu, nanar
Pada kekumbang yang lalu lalang
Beduk subuh bertabuh
Kau pulang melepas rengkuh
Berteriak menyalah takdir
Sadar akan rapuh memecah tabir
Kau terus berkeluh lusuh
Hingga luruh
(Surabaya, Oktober 2009)
Pemimpinku
Pemimpinku..
Sejenak liriklah rakyatmu ini
Jangan hanya berdendang dengan irama istanamu
Mari berjoget bersama lagu kami
Lagu-lagu kelaparan kami
Lagu-lagu kesakitan kami
Lagu-lagu kematian kami
Pemimpinku..
Setitik harap kami menghinggap
Agar kita saling mendekap
Saling bertatap
Agar kau bisa meratap
Tapi pemimpinku…
Apakah kau mau?
Kau putih
Kami hitam
Kau berwangi khas Ningrat
Kami berwangi khas keringat
Kau berbalut sutra dan Jas
Kami pejalan tanpa alas
(Jember 15 Oktober 2009)
Hikayat Sang Guru
Ini cerita tentang guru ompong
Mengonggong suara kosong
Tak mau disalah karena sombong
Semua menatap dengan bengong
Kami diperkerbau hidung dibolong
Menyuara tolong
Hilang di gorong-gorong
Dentur meretak suara gong
Merasuk membangkit semangat merong-rong
Melebur dalam satu gerbong
Bangkit menerjang suara kosong si guru ompong
(Jember, 14 Oktober 2009)
Kelam
Sulit sekali kau hilang
Selalu menari-nari
Di kelopak mata kanan dan kiri
Tertawa-tawa
Beria-ria
Dalam kepala
Berlari-lari
Bersembunyi
Dalam kantung hati
Mengapa tak jua kian kemput
Kau selalu merona dalam larut
Haruskah aku memberingsut siput
Agar kau berlutut
Lalu surut
(Jember, 15 Oktober 2009)
0 komentar:
Posting Komentar